Senin, 22 November 2010

MODEL PEMBELAJARAN DSI-PK

MODEL DSI-PK

Model Desain Sistem Instruksional Berorientasi Pencapaian Kompetensi (DSI-PK) adalah gambaran proses rancangan sistematika tentang pengembangan pembelajaran baik mengenai yang meliputi proses dan bahan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan sebagai upaya pencapaian kompetensi. Prosedur pengembangan DSI-PK terdiri tiga bagian.

a. Pertama : analisis kebutuhan , yaitu proses penjaringan informasi tentang kompetensi yang dibutuhkan anak didik sesuai dengan jenjang pendidikan. Proses analisis kebutuhan mempunyai dua hal pokok yakni analisis kebutuhan akademis dan nonakademis. Kebutuhan akademis adalah kebutuhan sesuai dengan tuntutan kurikulum yang tergambar dalam setiap bidang studi atau mata peajaran, sedangkan kebutuhan nonakademis adalah kebutuhan di luar kurikulum yang meliputi kebutuhan personal, social maupun kebutuhan vokasional. Kebutuhan ini dijaring dengan berbagai teknik dari lapangan, misalnya dengan wawancara, observasi dan mungkin studi dokumentasi. Berdasarkan studi pendahuluan, selanjutnya ditentukan topic atau tema pembelajaran. Tema pembelajaran bisa ditentukan berdasarkan kebutuhan akademis, nonakademis ataupun gabungan keduanya. Kompetensi yang harus dicapai disesuaikan dengan topic pembelajaran. Kompetensi adalah kemampuan yang dapat diukur dan diamati sebagai hasil belajar yang diharapkan dapat tercapai. Untuk meyakinkan hal ini perlu dikembangkan alat ukur dari setiap kompetensi yang diharapkan.

b. Kedua : pengembangan, yaitu proses mengorganisasikan materi pelajaran dan pengembangan kegiatan pembelajaran. Materi pelajaran disusun sesuai dengan kompetensi yang diharapkan, yang meliputi data, fakta, konsep, prinsip dan atau mungkin keterampilan. Sedangkan proses, menunjukkan bagaimana sebaiknya siswa mengikuti kegiatan pembelajaran, yang di dalamnya meliputi aktivitas yang dilakukan siswa dan guru dalam mencapai kompetensi.

c. Ketiga : alat evaluasi, memiliki dua fungsi utama yaitu evaluasi formatif dan sumatif. Evaluasi formatif dilakukan untuk mengetahui efektifitas program yang telah disusun oleh guru. Hasil evaluasi formatif digunakan untuk perbaikan program pembelajaran. Evaluasi sumatif digunakan untuk memperoleh informasi keberhasilan siswa mencapai kompetensi, dan berfungsi sebagai bahan akuntabilitas guru dalam kegiatan pembelajaran.

Desain system instruksional adalah proses merancang atau merencanakan secara sistematis tentang analisis kebutuhan dan tujuan belajar, materi pembelajaran, pengembangan strategi dan teknik pembelajaran termasuk merancang pemanfaatan berbagai sumber daya dan potensi yang ada untuk mencapai tujuan belajar. Menurut Briggs (1979), dalam rancangan itu termasuk proses pengembangan paket pelajaran, kegiatan pembelajaran, uji coba,revisi dan kegiatan evaluasi hasil belajar. Proses Desain Instruksional mempunyai kajian yang cukup luas, tidak hanya merencanakan kegiatan pembelajaran di dalam kelas, tetapi juga merumuskan berbagai hal yang terkait dengan proses pembelajaran.

Sesuai dengan kebijakan pemerintah, pengembangan kurikulum dan proses perencanaan pendidikan diserahkan kepada daerah termasuk guru-guru di sekolah, maka kemampuan mendesain instruksional merupakan sesuatu yang sangat penting bagi guru. Guru dituntut untuk mampu merencanakan program pembelajaran sesuai dengan kondisi sekolah masing-masing.

Desain system instruksional hasil penelitian yang dinamakan DSI-PK (Desain Sistem Instruksional Berorientasi pada Pencapaian Kompetensi), merupakan model desain yang diharapkan dapat digunakan setiap guru sebagai pedoman untuk mengembangkan system instruksional sesuai dengan karakteristik kurikulum yang berorientasi pada pencapaian kompetensi.

Senin, 08 November 2010

Aliran Perennialisme dalam filsafat pendidikan

A. Perennialisme
Perennialisme berasal dari bahasa latin “parennis” dan dalam bahasa inggris “perennial” yang mempunyai arti tumbuh terus melalui waktu, hidup terus dari waktu ke waktu, abadi. Dari makna diatas dapat kita simpulkan bahwa Perennialisme memandang adanya nilai-nilai yang abadi dalam kehidupan ini. Aliran filsafat yang mendukung mazhab Perennialisme adalah :
a. Humanisme Rasional
b. Supernaturalisme Thomas Aquinas

a. Humanisme Rasional
Pilar yang sangat kokoh dari essensialisme ialah aliran filsafat yang termasuk Philosophia perennis. Disebut juga Perennialisme. Aristoteles adalah tokoh yang meletakkan dasar dari filsafat tersebut dengan anggapan bahwa ada yang tetap tak berubah secara substansial. Kecuali jatuh-bangunnya system yang berlawanan ia tetap tumbuh dari generasi ke generasi. Itulah yang perennial. Aristoteles mengembangkan philosophia perennis berdasarkan penalaran manusia. Sebab premis dari humanisme rasional yaitu pengakuan terhadap esensi manusia adalah rasionalitasnya. Penalaran atau rasional adalah hal yang fundamental pada manusia. Dengan demikian kebijakan dan praktek-praktek pendidikan harus berdasarkan rasionalisme manusia. Manusia mempunyai daya nalar dan penalaran itu digunakan untuk mengetahui tempat ia hidup. Penalaran yang telah dilatih dengan tepat akan membuat dunia ini dapat dipahami oleh manusia. Sehingga manusia dapat menjangkau kebenaran universal dan absolute.
Rasionalitas adalah essensi hakekat manusia maka tujuan utama pendidikan ialah bersifat intelektual. Maka materi materi untuk kurikulum harus merupakan materi-materi yang essensial. Materi yang essensial tentunya merupakan sesuatu yang uniform (seragam) dan langgeng dalam kehidupan manusia.
Ada dua tatanan pengetahuan atau pelajaran yang pertama adalah “inherent” atau tatanan essensial dari mata pelajaran itu sendiri yang merupakan essensi dari kehidupan dan manusia. Tujuan belajar mengajar ialah menemukan tatanan tersebut. Beberapa kaum essensial berpendapat bahwa tatanan pelajaran terarah secara langsung kepada tatanan essensial dari mata pelajaran. Tatanan yang kedua adalah tatanan pelajaran tidak bersifat universal dan abstrak, tapi dimulai dari yang kongkrit dan particular untuk menuju kebada yang universal abstrak.
b. Supernaturalisme Thomas Aquinas
Filsafat pendidikan STA (Supernaturalisme Thomas Aquinas) secara fundamental bersifat dualistis. Ia mengakui tatanan natural sekaligus tatanan yang supernatural ini merupakan wujud luhur yang disebut tuhan, pencipta alam semesta. Sedangkan yang natural itu mengalami perubahan dan berada dalam waktu, tuhan tidak mengalami perubahan dan abadi. Filsafat ini mengenai pendidikan sampai pada titik final dalam pendidikan religi dan moral. Pendidikan moral dan religi menjadi inti dan menjadi mata pelajaran sekuler, meskipun dualisme fundamental dari pandangan skolastisisme ini mengaku perbedaan antara studi-studi yang profan dan sacral. Studi studi yang sacral menggunakan pendekatan yang supernatural. Pengajaran moral yang bebas dari ajaran-ajaran religi tidak disetujui karena tidak mempunyai dasar-dasar perennialis (nilai-nilai yang abadi). Kebaikan merupakan ajaran yang agung dan pendidikan religi bertugas mengarahkan siswa terhadap penciptanya serta tugas akhir sebagai manusia.