Selasa, 10 Januari 2017

COOPERATIF LEARNING

1. Pengertian Cooperatif Learning
Pengertian cooperative  learning berasal dari kata cooperatif  yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Johnson (dalam Hasan, 1994) mengemukakan “Cooperanon means working together to accomplish shared goal. Within cooperative activities individuals seek outcomes that are beneficial to all other groups members. Cooperative learning is the istructional use of small groups that allows students to work together to maximize their own and each other as learning”. Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa cooperative learning adalah bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama. Dalam kegiatan kooperatif, siswa mencari hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota kelompok. Belajar kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok itu. Prosedur cooperative learning didesain untuk mengaktifkan siswa melalui inkuiri dan diskusi dalam kelompok kecil yang terdiri atas 4-6 orang.
Sedangkan Anita Lie (2002) menyebutkan cooperative learning dengan istilah pembelajaran gotong-royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberi kesempatan pada peserta didik untuk bekerja sama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur. Dalam melakukan proses belajar mengajar guru tidak lagi mendominasi, sehingga siswa dituntut untuk berbagi informasi dengan siswa yang lainnya dan saling belajar dari teman sebayanya (peer teaching). Melalui model pembelajaran ini siswa dituntut untuk aktif dan berperan penting dalam pencapaian keberhasilan kelompok dan dirinya sendiri, sehingga pembelajaran kooperatif dapat mewujudkan keberhasilan pada proses belajar mengajar yang berpusat pada siswa (studend oriented).
Pembelajaran kooperatif  dikembangkan dengan tujuan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran yang sangat penting yaitu :
a.       Hasil belajar akademik
Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.
b. Penerimaan terhadap perbedaan individu
Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.
c.  Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah, mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial.

2.  Kriteria cooperative learning
Pembelajaran kooperatif mempunya criteria-kriteria yang berbeda dengan pembelajaran yang lainnya hal ini Nampak dari lima unsure dasar dalam pembelajaran cooperative learning yang diungkapkan oleh Bennet (1995) diantaranya yaitu :
a.       Positive Interdepedence, yaitu hubungan timbal balik yang didasari adanya kepentingan yang sama diantara anggota kelompok dimana keberhasilan seseorang merupakan keberhasilan yang lain pula atau sebaliknya. Untuk menciptakan suasana tersebut, guru perlu merancang struktur dan tugas-tugas kelompok yang memungkinkan setiap siswa untuk belajar, mengevaluasi dirinya sendiri  dan teman kelompoknya dalam penguasaan dan kemampuan memahami bahan pelajaran. Kondisi seperti ini memungkinkan setiap siswa merasa adanya ketergantungan secara positif pada anggota kelompok lainnya dalam mempelajari dan menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya, yang mendorong setiap anggota kelompok untuk bekerja sama.    
b.      Interaction Face to face, yaitu interaksi yang langsung terjadi antar siswa tanpa adanya perantara. Tidak adanya penonjolan kekuatan individu, yang ada hanya pola interaksi dan perubahan yang bersifat verbal diantara siswa yang ditingkatkan oleh adanya saling hubungan timbal balik yang bersifat positif sehingga dapat mempengaruhi hasil pendidikan dan pengajaran. 
c.       Adanya tanggung jawab pribadi mengenai materi pelajaran dalam anggota kelompok sehingga siswa termotivasi untuk membantu temannya, karena tujuan dalam cooperative learning adalah menjadikan setiap anggota kelompok menjadi lebih kuat pribadinya. 
d.      Membutuhkan keluwesan yaitu menciptakan hubungan antar pribadi, mengembangkan kemampuan kelompok dan memelihara hubungan kerja yang efektif.
e.       Meningkatkan ketrampilan bekerja sama dalam memecahkan masalah (proses kelompok), yaitu tujuan terpenting yang diharapkan dapat dicapai dalam cooperative learning adalah siswa berlajar ketrampilan bekerjasama dan berhubungan. Ini merupakan ketrampilan yang sangat penting dan sangat diperlukan dimasyarakat. Siswa dapat mengetahui tingkat keberhasilan dan efektifitas kerjasama yang telah dilakukan. Untuk mengetahui informasi itu para siswa perlu mengadakan perbaikan-perbaikan secara sistematis tentang bagaimana mereka telah bekerjasama sebagai satu tim, seberapa baik tingkat pencapaian tujuan kelompok, bagaimana mereka saling membantu satu sama lain, bagaimana mereka bertingkah laku positif untuk memungkinkan setiap individu dan kelompok secara keseluruhan menjadi berhasil dan apa yang mereka butuhkan untuk melakukan tugas-tugas yang akan datang supaya lebih berhasil.
   
3.  Relevansi cooperative learning terhadap guru
Terdapat tiga ciri atau sikap yang mungkin dimiliki guru. Ketika sikap itu adalah apakah guru akan disiapkan menjadi guru yang : a) Propagandis, b) Netral, atau c) berpengetahuan luas dan pengabdian tinggi (wellinformed and well-dedicated).
Pertama, guru yang propagandis adalah sebutan bagi guru yang setiap penampilannya akan memukau anak-anak, namun bila terus-menerus akan menimbulkan rasa jemu dari anak. Kedua, guru yang netral adalah guru yang tidak punya pendirian, dan tidak punya tanggung jawab dalam menyampaikan pelajaran, karena ia sendiri tidak yakin akan maknanya. Ketiga, sikap guru yang baik,  yaitu guru yang memiliki pengetahuan luas dan siap menyampaikannya dengan penuh ketulusan dan tanggung jawab kepada siswa, ia sadar sedang mengembang misi tertentu. Dengan cara ini, siswa akan hormat kepada gurunya.
Sikap ini dapat terlaksana bila dalam menyampaikan pembelajaran, guru berpegang pada prinsip sebagai berikut : 1) mengembangkan rasa ingin tahu siswa, memberi kesempatan pada siswa untuk memperkaya pengetahuan tentang konsep ruang dan waktu, 2) mampu mem-bedakan waktu (konsep waktu dan konsep kronologis), 3) mengembangkan proses pembelajaran yang terfokus pada diri siswa, 4) menggunakan media dan buku sumber (media dan buku sumber itu dapat membantu siswa untuk lebih mengerti dan memahami pembelajaran.
      
4.  Relevansi cooperative learning terhadap siswa
Pembelajaran kooperatif dapat berjalan dengan efektif pada diri siswa bila ditanamkan unsure-unsur dasar belajar kooperatif. Dengan dilaksanakannya model cooperative learning secara berkesinambungan dapat dijadikan sebagai sarana bagi guru untuk melatih dan mengembangkan aspek kognitif, afektif dan psikomotor siswa, khususnya ketrampilan social siswa untuk bekal hidup bermasyarakat.
Siswa selain dilatih mengembangkan kemampuan kognitifnya, juga dilatih aspek untuk mengembangkan social skill yang dimilikinya. Keberhasilan siswa dalam pembelajaran ini akan berdampak pada keberhasilan guru dalam mengelola kelasnya dengan menggunakan model cooperative learning.
  
5.  Keunggulan Cooperative Learning
Jarolimek & Parker (1993) mengatakan keunggulan yang diperoleh dalam  Cooperative Learning adalah : 1) saling ketergantungan yang positif, 2) adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu, 3) siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas, 4) suasana kelas yang rileks dan menyenangkan, 5) terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa dengan guru, dan 6) memiliki banyak kesempatan untuk meng-ekspresikan pengalaman emosi yang menyenangkan.


DAFTAR PUSTAKA

Hasan, S. Hamid. 1994. Pendidikan Ilmu Sosial. Jakarta : Proyek Pendidikan Tenaga Akademik Dirjen Dikti Depdikbud.
Isjoni. 2013. Cooperative Learning Efektifitas Pembelajaran Kelompok. Bandung : Alfabeta.
Jarolimek, J & Parker. 1993. Social Studies in Elementery Education (Sixth Edition). New York : Mac Milan Company.
Johnson & Johnson. 1994. Cooperative Learning in The Classroom. Virginia, Association for Supervision and Curriculum Development.
Joyce, Bruce., Marsha Weil and Emily Calhoun. 2009. Models of Teaching. New Jersey: Person Education, Inc.
Jolliffe, Wendy. 2007. Cooperative Learning in the Classroom, Putting it into  Practice. London :  A SAGE Publications Company.
Lie, A. 2002. Cooperative Learning. Jakarta : Grasindo
Sanjaya, Wina. 2011. Strategi Pembelajaran berorientasi standart proses pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.