1. Behaviorisme dan Online Learning
Behaviorisme memandang fikiran sebagai ‘kotak hitam” dalam merespon rangsangan yang dapat diobsevasi secara kuantitatif, sepenuhnya mengabaikan proses berfikir yang terjadi dalam otak. Kelompok ini memandang tingkah laku yang dapat diobservasi dan diukur sebagai indikator belajar. Implementasi prinsip ini dalam mendesain strategi Online Learning adalah sebagai berikut:
a. Siswa harus diberitahu secara eksplisit outcome belajar sehingga mereka dapat mensetting harapan-harapan mereka dan menentukan apakah dirinya telah mencapai outcome dari pembelajaran online atau tidak.
b. Pebelajar harus diuji apakah mereka telah mencapai outcome pembelajaran atau tidak. Ujian online atau bentuk lainnya dari ujian dan penilaian harus diintegrasikan kedalam urutan belajar untuk mencek tingkat pencapaian pebelajar dan untuk memberi umpan balik yang tepat.
c. Materi belajar harus diurutkan dengan tepat untuk meningkatkan belajar. Urutan dapat dimulai dari bentuk yang sederhana ke yang kompleks, dari yang diketahui sampai yang tidak diketahui dan dari pengetahuan sampai penerapan.
d. Pebelajar harus diberi umpan balik sehingga mereka dapat mengetahui bagaimana melakukan tindakan koreksi jika diperlukan.
2. Kognitivisme dan Online Learning
Kognitivisme membagi tipe-tipe pebelajar, yaitu: 1) Pebelajar tipe pengalaman-konkret lebih menyukai contoh khusus dimana mereka bisa terlibat dan mereka berhubungan dengan teman-temannya, dan bukan dengan orang-orang dalam otoritas itu; 2) Pebelajar tipe observasi reflektif suka mengobservasi dengan teliti sebelum melakukan tindakan; 3) Pebelajar tipe konsepsualisasi abstrak lebih suka bekerja dengan sesuatu dan symbol-simbol dari pada dengan manusia. Mereka suka bekerja dengan teori dan melakukan analisis sistematis. 4) Pebelajar tipe eksperimentasi aktif lebih suka belajar dengan melakukan paktek proyek dan melalui kelompok diskusi. Mereka menyukai metode belajar aktif dan berinteraksi dengan teman untuk memperoleh umpan balik dan informasi.
Implikasi terhadap Desain Strategi Online Learning adalah sebagai berikut:
a. Materi pembelajaran online harus memasukan aktivitas gaya belajar yang berbeda, sehingga siswa dapat memilih aktivitas yang tepat berdasarkan kecenderungan gaya berlajarnya.
b. Sebagai tambahan aktivitas, dukungan secukupnya harus diberikan kepada siswa dengan perbedaan gaya belajar. Siswa dengan perbedaan gaya belajar memiliki perbedaan pilihan terhadap dukungan, sebagai contoh, assimilator lebih suka kehadiran instruktur yang tinggi. Sementara akomodator lebih suka kehadiran instruktur yang rendah.
c. Informasi harus disajikan dalam cara yang berbeda untuk mengakomodasi berbedaan individu dalam proses dan memfasilitasi transfer ke long-term memory.
d. Pebelajar harus dimotivasi untuk belajar, tanpa memperdulikan sebagaimana efektif materi, jika pebelajar tidak dimotivasi mereka tidak akan belajar.
e. Pada saat belajar online pebelajar harus diberi kesempatan untuk merefleksi apa yang mereka pelajari. Bekerja sama dengan pebelajar lain, dan mengecek kemajuan mereka.
f. Strategi online yang memfasilitasi transfer belajar harus digunakan untuk mendorong penerapan yang berbeda dan dalam situasi kehidupan nyata. Simulasi situasi nyata, menggunakan kasus kehidupan nyata, harus menjadi bagian dari pelajaran.
g. Psikologi kognitif menyarankan bahwa pebelajar menerima dan memproses informasi untuk ditransfer ke long term memory untuk disimpan.
3. Konstruktivisme dan Online Learning
Penekanan pokok pada konstruktivis adalah situasi belajar, yang memandang belajar sebagai yang kontekstual. Aktivitas belajar yang memungkinkan pebelajar mengkontekstualisai informasi harus digunakan dalam Online Learning. Jika informasi harus diterapkan dalam banyak konteks, maka strategi belajar yang mengangkat belajar multi-kontekstual harus digunakan untuk meyakinkan bahwa pebelajar pasti dapat menerapkan informasi tersebut secara luas. Belajar adalah bergerak menjauh dari pembelajaran satu-cara ke konstruksi dan penemuan pengetahuan. Implementasi pada online learning adalah sebagai berikut:
a. Belajar harus menjadi suatu proses aktif. Menjaga pebelajar tetap aktif melakukan aktivitas yang bermakna menghasilkan proses tingkat tinggi, yang memfasilitasi penciptaan makna personal.
b. pebelajar mengkonstruksi pengenetahuan sendiri bukan hanya menerima apa yang diberi oleh instruktur. Konstruksi pengetahuan difasilitasi oleh pembelajaran online interaktif yang bagus, karena siswa harus mengambil inisiatif untuk berinteraksi dengan pebelajar lain dan dengan instruktu, dan karena agenda belajar dikontrol oleh pebelajar sendiri.
c. Bekerja dengan pebelajar lain memberi pebelajar pengalaman kehidupan nyata melalui kerja kelompok, dan memungkinkan mereka menggunakan keterampilan meta-kognitif mereka.
d. Pebelajar harus diberi control proses belajar. Harus ada bentuk bimbingan penemuan dimana pebelajar dibiarkan untuk menentukan keputusan terhadap tujuan belajar, tetapi dengan bimbingan dari instruktur.
e. Pebelajar harus diberi waktu dan kesempatan untuk refleksi. Pada saat belajar online siswa perlu merefleksi dan menginternalisasi informasi.
f. Belajar harus dibuat bermakna bagi siswa. Materi belajar harus memasukan contoh-contoh yang berhubungan dengan pebelajar sehingga mereka dapat menerima informasi yang diberikan.
g. Belajar harus interaktif dan mengangkat belajar tingkat yang lebih tinggi dan kehadiran sosial, dan membantu mengembangkan makna personal. Pebelajar menerima materi pelajaran melalui teknologi, memproses informasi, dan kemudian mempersonalisasi dan mengkontekstualisasi informasi tersebut.
Pada akhir artikel, penulis mengusulkan suatu model, yang didasarkan pada teori pendidikan, yang menunjukan komponen-komponen belajar yang penting yang harus digunakan ketika mendesain materi online. Baik penempatan informasi pada Web maupun link ke sumber-sumber digital lainnya Online Learning.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar